Pria ini resign, bukan bikin kedai kopi pilih jualan rempah kekinian, sukses masuk event internasional
Diperbarui 1 Nov 2023, 20:14 WIB
Diterbitkan 1 Nov 2023, 22:00 WIB
Dibangun sebagai tempat untuk rehat.
Minuman berempah memang kerap memberikan efek tenang tersendiri bagi penikmatnya. Hal ini juga menjadi inspirasi Fattah untuk menyematkan nama ‘Wiratea’ untuk kedainya. Dalam bahasa Jawa Kuno, Wiratea berasal dari kata ‘wirati’, yang artinya istirahat. Fattah menjelaskan bahwa rempah-rempah, yang menjadi bahan utamanya, secara umum memiliki banyak kandungan antidepresan. Oleh sebab itu, orang yang meminum minuman rempah akan semakin merasa tenang.
“Jadi harapannya kedai Wiratea itu bisa jadi tempat istirahat untuk orang-orang yang baru kerja, orang-orang yang lagi lelah dengan tugas kuliah, gitu. Datang ke Wiratea untuk enjoy di sana,” tutur Fattah.
-
Mencicipi racikan teh lokal istimewa di warung anak muda baru, Lokalti Ada 3 varian teh istimewa, yakni Mantan Manten, Lek Yadi, dan Mbak Winarsih.
-
Minuman Kembang Tahu pertama di Jogja, dulu sehari laku 3 porsi kini 300 mangkuk dalam beberapa jam Jauh sebelum menjual wedang tahu, wanita yang bernama asli Karsilah ini mencoba beberapa usaha.
-
12 Kedai kopi paling top di Jogja, nyaman dan bikin pengen balik lagi! Warung-warung kopi ini biasanya menjadi tempat favorit nongkrong kalangan muda-mudi mahasiswa, komunitas pengusaha, hingga keluarga.
Siapa sangka, tujuan tersebut juga membawa dampak lain. Karena memiliki branding ‘minuman rempah’, hal ini lantas mengundang banyak orang datang dengan tujuan khusus. Bahkan tidak sedikit juga yang secara terang-terangan request (memesan) minuman rempah yang mengandung khasiat tertentu. Ridwan, selaku salah satu barista di Wiratea mengaku kerap mendapat pertanyaan seperti itu.
“Orang yang pernah (suka) ngejamu itu request, ‘pesen apa sih, Mas, yang bisa bikin rileks segala macam?’. Banyak yang datang ke sini (nanya), ‘Mas, apa sih yang bisa bikin ini, bikin itu (khasiat tertentu)?’ Terus karena kesadaran diri, tempat kerjaku kayak gini. Dan dulu pun aku diajarin untuk product knowledge nya harus bagus, ya aku cari tahu sendiri manfaatnya. Jadi biar bisa jelasin juga, bisa sharing juga (sama pelanggan),” jelas Ridwan sembari membereskan meja bar.
foto: brilio.net/annatiqo
Perasaan tenang ini rupanya memang sudah dialami banyak orang yang berkunjung ke sana. Salah satunya dirasakan oleh Dimas. Pria yang berdomisili Yogyakarta ini mengaku sudah dua kali berkunjung ke Wiratea yang berada di Jalan Perumnas. Awalnya dia mengetahui Wiratea dari Instagram pada September 2022. Karena mengusung konsep yang unik, Dimas lalu mengunjungi kedai ini untuk mencicipi minumannya.
“Menyenangkan, vibesnya tenang. Apalagi aku pertama kali kesana habis hujan, aroma rempah sama petrichornya (bau tanah) kerasa banget. Selain minumannya, Mas Fattah selaku owner juga orangnya cukup hangat,” kata Dimas saat ditemui pada Rabu (25/10) di kedai Wiratea Jalan Perumnas.
Sebagai orang yang kurang suka jamu atau minuman berempah, dia justru merasa sangat nyaman saat menyeruput salah satu menu andalan di Wiratea, yakni Cinnamon Choco Ginger. Saat ditanya, dia mengaku aroma rempah pada minuman tersebut tidak terlalu strong (kuat). Selain itu, rasanya juga cenderung manis, sehingga membuatnya lebih pas di lidah.
foto: brilio.net/annatiqo
Berbeda halnya dengan Putri yang datang ke Wiratea karena saran dari seorang teman. Mulanya, perempuan 26 tahun ini agak ragu mencoba minuman rempah yang bukan disajikan seperti jamu. Namun siapa sangka, dia justru ketagihan dan kembali lagi ke kedai Wiratea hingga beberapa kali. Dua menu favorit, yakni Cinnamon Choco Ginger dan Turmeric Latte sudah membuatnya ketagihan dan merasa nyaman. Selain enak, dia juga merasa efek lain saat mengonsumsi minuman rempah ini.
“Citarasanya yang bikin kangen buat nyobain lagi. Karena belum pernah nemu di tempat lain. Dan surprisingly (secara mengejutkan) aku dulu beli minuman Wiratea buat buka puasa, disaat aku sama sekali belum makan dan minum apapun, dan nggak bikin perutku bergejolak. Padahal aku punya riwayat asam lambung,” ungkap perempuan asal Bantul ini sembari sesekali menyeruput Turmeric Latte pesanannya.
Menggandeng petani rempah daerah.
Di antara banyaknya jenis rempah, Fattah mengaku bahwa rempah yang dipakai untuk minumannya masih berfokus pada rimpang-rimpangan seperti kunyit, temulawak, jahe, dan kencur. Sedangkan bahan lain seperti kayu manis atau bebungaan merupakan pelengkap yang mendukung cita rasa khas pada minuman racikannya. Namun banyaknya jenis rempah di Indonesia membuatnya ingin terus eksplore rempah lain supaya bisa menghasilkan menu baru yang dinikmati banyak orang.
foto: brilio.net/annatiqo
Lebih lanjut, Fattah menjelaskan bahwa rempah tersebut disuplai dari pasar tradisional dan petani rempah. Bahkan tak jarang, pria ini langsung menghubungi sejumlah petani yang memiliki kebun rempah tertentu. Nah, rempah yang dipesan juga tidak berasal dari satu tempat saja, lho.
“Kadang aku langsung menghubungi temanku yang dia punya kebun, contoh kebun kapulaga di daerah Wonosobo. Misal, teh, rempah juga aku langsung menghubungi orang daerah Pemalang, gitu. Jadi lebih ke langsung yang punya kebun sama pasar tradisional. Dua itu dulu sih,” ungkap Fattah.
Selama ini, daerah Sumatera dan Maluku dikenal sebagai daerah dengan penghasil rempah terbanyak. Namun alih-alih mengambil suplai rempah dari daerah tersebut, Fatta justru memilih memanfaatkan rempah yang berasal dari petani lokal terdekat. Hal ini juga membantu memperkenalkan rempah-rempah berkualitas dari dari Jawa Tengah. Selain rempah, daerah ini juga punya teh dengan karakteristik berkualitas, salah satunya adalah Pemalang, Teh dari Pemalang memiliki rasa asli yang pahit dan sedikit sepat khas pegunungan yang memberikan sensasi tenang saat diminum.
foto: brilio.net/annatiqo
Lebih lanjut, rempah-rempah ini kemudian diproses secara pribadi. Mulai dari pengeringan, penggilingan, hingga proses kristalisasi. Singkatnya, rempah segar yang digunakan akan diolah dan dijadikan bubuk dengan menggunakan tambahan gula semut atau gula pasir. Proses kristalisasi menggunakan gula ini dilakukan untuk membuat bubuk rempah jadi mudah larut saat dicampur dengan air. Dengan begitu, rasa rempah pada minuman jadi lebih nge-blend atau menyatu dengan baik.
“Jadi proses kristalisasinya di gula. Karena kalau bahan hancurnya saja nggak bakal larut, mau diblender, dihancurin, nggak bakal larut. Nah, itu kalau di kita belum bisa mecahin partikelnya sekecil itu. Jadi kita cuma bikin blender terus yang nggak sampai hancur-hancur banget jadi memang digiling sendiri,” terang Ridwan saat ditanya tentang proses pengolahan rempah.
Di sisi lain, proses kristalisasi inilah yang juga membuat rasa minuman terasa agak manis. Sekalipun tidak diberi tambahan gula, namun ada rasa manis khas yang ditimbulkan saat minum minuman racikan Wiratea. Hal ini bisa dirasakan pada salah satu minumannya, yakni Cinnamon Choco Ginger.
Terus berkembang dan dikenal banyak orang, hingga masuk ke event internasional.
foto: brilio.net/annatiqo
Setelah berdiri lebih dari 1 tahun, Wiratea kini sudah mulai dikenal banyak orang dari berbagai kalangan. Bahkan pada Februari lalu, brand ini telah mengikuti ASEAN TOURISM FORUM di Yogyakarta. Acara yang digelar setiap tahun ini merupakan sebuah forum kerjasama antara negara-negara ASEAN dalam bidang pariwisata. Nah, pada saat itu, Wiratea membuat welcome drink (minuman pembuka) untuk para tamu yang menghadiri gelaran ATF 2023.
Lantaran memiliki banyak peminat, Wiratea kemudian diundang lagi dalam acara Vietnam International Travel Mart 2023 yang diadakan di Hanoi. Menurut Fattah, keikutsertaan Wiratea dalam event seperti ini merupakan branding tersendiri. Dia sendiri juga mengaku bahwa salah satu strategi untuk mengenalkan produk Wiratea lebih jauh adalah dengan gencar mengikuti berbagai macam event, baik nasional atau international. Bahkan saat ini saja, Fattah merasakan dampak yang cukup besar dari hal tersebut.
“Dampak setelah event tentu lebih bikin orang menganggap bahwa Wiratea, walaupun tempatnya kecil, Wiratea bukan brand yang ecek-ecek. Karena kan biasanya kalau brand baru mulai, apalagi tempatnya kecil ini paling dianggap remeh. ‘Kalau ecek-ecek paling nanti sekian bulan lagi tutup. Paling ini nggak survive.’ Dari event itu jadi mulai kebuka sih pandangan orang-orang tentang Wiratea. Yang tadinya Wiratea hanya sekadar brand kedai kecil, terus sekarang bisa masuk ke event-event internasional. Terus akhirnya orang jadi lebih aware pada kami,” tutup Fattah.
(brl/lut)RECOMMENDED ARTICLES
- Ini dia 8 restoran Jepang di daerah Jakarta Selatan dengan konsep unik, udah ke sana?
- Menilik perjalanan Warung SiJum Depok yang bagikan makan gratis ratusan porsi sehari
- Lezatnya mi mercon buatan muazin Masjid Gedhe, tetap diburu pembeli walau ada di gang sempit
- Tak lanjutkan pendidikan kuliner di Singapura, ini kisah sukses pemilik Mi Sapi Banteng di Jogja
- Warteg ini punya interior antimainstream, bikin pembeli berasa masuk ke masa depan
FOODPEDIA
Video
Selengkapnya-
Jalan Makan Shiki, resto sukiyaki bergaya kansai daging disajikan dengan permen kapas
-
Jalan Makan Kari Lam, jualan sejak 1973 membawa rasa nostalgia
-
Jalan Makan Sroto Eling-Eling, gurihnya kuah dan melimpahnya daging kuliner Banyumas