Berjualan sejak masa Orde Lama, kuliner dalam gang buatan adik Yu Djum ini ludes 2 jam
Diperbarui 19 Des 2023, 10:46 WIB
Diterbitkan 19 Des 2023, 14:00 WIB
Brilio.net - Yogyakarta menjadi salah satu destinasi wisata favorit banyak orang. Selain situs-situs bersejarah, pemandangan alam yang cantik, Yogyakarta juga menyimpan segudang pilihan kuliner lezat.
Ada banyak kuliner khas Yogyakarta yang sayang jika dilewatkan begitu saja. Salah satu menu yang bisa dipilih adalah gudeg.
-
Kisah di balik kesuksesan gudeg Yu Djum yang tak disangka-sangka Gudeg Yu Djum pertama kali dirintis 69 tahun lalu.
-
10 Gudeg paling fenomenal di Jogja, pernah coba? Kuliner khas Jogja ini sungguh istimewa.
-
Gurih, pedas dan legitnya gudeg geprek, cita rasa baru kuliner Jogja Perpaduan rasanya benar-benar bikin lidah bergoyang.
Gudeg terbuat dari olahan nangka muda yang dimasak bersama gula, santan, beserta rempah-rempah lainnya. Kalau mau lebih komplet, gudeg biasanya disajikan dengan aneka lauk seperti telur, ayam, tahu, serta sambal krecek sebagai pelengkapnya.
Nah, salah satu gudeg yang legendaris di Yogyakarta adalah gudeg Yu Hadi. Lapak gudeg yang berlokasi di Gang Kauman (depan Mushola 'Aisyiyah) ini sudah ada sejak tahun 1954. Karena lokasinya berada di tengah-tengah rumah warga, mau nggak mau kamu harus mematikan serta menuntun motor jika pergi ke lapak gudeg Yu Hadi.
foto: brilio.net/nadhifah
Meski bertempat tinggal di Jalan Kaliurang, Yu Hadi tetap memilih berjualan gudegnya di Gang Kauman. Menurutnya, tempat ini menawarkan ketenangan, bebas debu, dan terhindar dari kebisingan kota Jogja.
Mungkin banyak orang yang asing mendengar nama Yu Hadi. Padahal, Yu Hadi merupakan adik dari Yu Djum, salah satu pelopor gudeg di Yogyakarta.
"Yu Djum itu mbak kandung, jualan gudeg sama," jelas perempuan berusia 88 tahun tersebut.
foto: brilio.net/nadhifah
Gudeg Yu Hadi cocok bagi pecinta kuliner yang nggak suka manis
Dia menceritakan bahwa gudeg menjadi makanan yang dijual turun-temurun di keluarganya. Dimulai dari ibunya hingga kedua saudara kandung lainnya.
Meski resep gudeg keluarganya sama, namun cita rasa gudeg yang dijual Yu Hadi ini punya ciri khas tersendiri. Gudeg Yu Hadi punya tampilan yang lebih kering dan bercita rasa gurih dibandingkan gudeg Yu Djum. Sehingga cocok dikonsumsi para pembeli yang tidak terlalu menyukai rasa manis.
Hal itu juga disampaikan oleh seorang pembeli bernama Ibu Endang. Mengaku tidak terlalu menyukai makanan yang terlalu manis, ia pun rela menempuh jarak yang lumayan jauh dari rumahnya hanya untuk membeli gudeg Yu Hadi ini.
"Karena keluarga saya itu nggak suka gudeg yang manis banget dan basah, jadi ya sudah langganan di sini dari lama," ucapnya sambil menerima seplastik pesanan gudegnya yang sudah selesai diracik.
Meski sudah banyak yang membeli, lapak gudeg Yu Hadi tetap tampak sederhana. Tidak ada kursi ataupun meja yang berjejer seperti selayaknya warung makan. Hanya ada satu meja kayu yang terdiri dari panci-panci berukuran besar berisikan gudeg.
Gudeg yang dijual Yu Hadi bisa disesuaikan dengan selera pembeli. Satu paket komplet gudeg yang terdiri dari nasi, gudeg, ayam, telur, ayam, dan sambal krecek dibanderol dengan harga Rp30.000. Sedangkan, kalau hanya membeli gudeg atau lauknya saja, harganya kisaran Rp25.000-Rp50.000, sesuai dengan porsinya.
foto: brilio.net/nadhifah
Yu Hadi sengaja tidak membuka cabang gudegnya, melainkan hanya berjualan di Gang Kauman ini saja. Setiap hari, ia memasak sendiri gudeg yang akan dijualnya. Untuk mempertahankan kualitas rasanya, gudeg masih dimasak di atas kayu bakar.
"Kalau ayam itu direbus sampai empuk banget, baru habis maghrib itu dimasak lagi pakai bumbu," jelas anak Yu Hadi yang tidak mau disebutkan namanya.
Karena dimasak dalam waktu yang lama, gudeg Yu Hadi pun bumbunya meresap dengan sempurna. Nggak heran, jika lapak Yu Hadi selalu dipenuhi dengan antrean pembeli. Bahkan gudegnya biasanya habis terjual hanya dalam waktu 2 jam saja.
"Ini bukanya jam 6 kalau rame seperti hari ini jam 8 kita udah beres-beres mau pulang karena sudah habis," ungkap anak Yu Hadi yang mengenakan kerudung berwarna merah jambu.
(brl/lea)RECOMMENDED ARTICLES
- Kisah generasi keempat melestarikan warung legendaris bu Spoed, pertahankan cita rasa sejak 1920
- Dibalik ramainya kuliner tahu pong Mbah Tini, dari gubuk kecil dikenal sampai Swiss
- Merasakan empuknya sate sapi Pak Prapto, kuliner Kotagede bikin Eross Sheila on 7 dan Jokowi ketagihan
- Minuman Kembang Tahu pertama di Jogja, dulu sehari laku 3 porsi kini 300 mangkuk dalam beberapa jam
- Kisah sukses warung ayam geprek pertama di Jogja, gara-gara pesanan sepele dan bingung menamai menu
FOODPEDIA
Video
Selengkapnya-
Jalan Makan Shiki, resto sukiyaki bergaya kansai daging disajikan dengan permen kapas
-
Jalan Makan Kari Lam, jualan sejak 1973 membawa rasa nostalgia
-
Jalan Makan Sroto Eling-Eling, gurihnya kuah dan melimpahnya daging kuliner Banyumas