Brilio.net - Kopi pada umumnya disajikan dalam cangkir atau gelas. Bisa juga dimasukkan di dalam termos untuk dinikmati perlahan. Namun bagaimana jadinya jika kopi disajikan di dalam bambu? Jika kamu penasaran, sempatkan untuk mengunjungi Warung Kopi Bumbung di Jogja. Tempat ngopi berkonsep alami ini terletak di Ngampon, Margodadi, Seyegan, Kabupaten Sleman. Warung kopi ini memiliki panorama alam yang indah. Terletak di bawah lereng bukit Ngampon, pengunjung akan disuguhi pemandangan nan segar penuh pepohonan.
Lalu apa sih kopi bumbung itu? Pada dasarnya kopi bumbung sama dengan kopi kebanyakan. Hanya saja penyajiannya sedikit unik, yakni dengan bambu. “Kopi bumbung itu kopi dalam paketan bumbung itu sebagai termos. Jadi kopi seduh, kopi itu ditaruh di dalam bumbung penyajiannya,” ujar Joko.
Warung Kopi Bumbung ini didirikan oleh Tri Winarno (41). Ia sengaja membuat terobosan baru membuat konsep ngopi dengan wadah bumbung. Menurut karyawan di Warung Kopi Bumbung, Joko Santoso (35) inspirasi membuat warung ini lantaran kenangan lama. “Membuka kenangan lama mbak. Masa kecil ownerya, bapaknya saat ke sawah bawa bekal minumannya pakai bumbung,” ujar Joko. Kenangan itulah yang membuat Tri Winano mantap mendirikan Warung Kopi Bumbung pada Januari 2018.
-
6 Cara minum kopi khas Nusantara, semakin nikmat untuk diseruput Beda budaya, bisa beda cara meminum kopi.
-
Kedai Kopi Walik, sensasi ngopi gelas terbalik ala nenek moyang Kedai ini berada di dekat Alun-alun Yogyakarta.
-
12 Kedai kopi paling top di Jogja, nyaman dan bikin pengen balik lagi! Warung-warung kopi ini biasanya menjadi tempat favorit nongkrong kalangan muda-mudi mahasiswa, komunitas pengusaha, hingga keluarga.
Pengelola telah bereksperimen dalam menentukan bambu yang cocok digunakan sebagai bumbung. Akhirnya bumbung yang digunakan untuk membuat kopi ini dipilih dari bambu khusus. “Kalau sini khusus, bambu khusus mbak. Jadi bambu ampel, bambu tanpa ada bumbunya jadi kalau dalam bahasa jawa itu nggak ada ‘lugut’nya,” kata Joko. Sebelumnya pengelola sempat menggunakan bambu petung dan tutul. Sayangnya jenis bambu tersebut kurang cocok digunakan sebagai wadah kopi.
Bambu ampel cukup mudah didapat di daerah Sayegan. Adapun bentuk bambu ini ialah kecil dan berwarna hijau. Biasanya jenis bambu ini kurang kuat. Bambu ini kurang cocok digunakan sebagai bahan bangunan.
Satu batang bambu ampel bisa menghasilan empat bumbung siap pakai. Bisanya bumbung dipotong dengan ukuran 25 cm. Bambu dipilih yang berukuran tebal. Selain itu dipastikan bambu tidak ada cacatnya.
Bumbung sendiri dapat digunakan berkali-kali lho. Jadi tidak setiap saat diganti. Bumbung hanya diganti ketika kondisinya kurang baik. Misalnya bumbung mulai rusak atau dihinggapi hewan penyerang bambu.
Lalu bagaimana dengan kopi yang digunakan untuk kopi bumbung ini? Pengelola memakai kopi robusta untuk kopi bumbung. Sebelumnya telah dilakukan eksperimen untuk menentukan kopi yang tepat. Ternyata kopi robusta yang terasa pahit lebih cocok disajikan di dalam bumbung.
Cara pembuatan kopi ini tidak berbeda dengan kebanyakan kopi. Kopi diseduh dengan air panas. Setelah jadi baru dituangkan ke dalam bumbung. Untuk cara meminumnya, pengunjung dapat menuangkan kopi dalam cangkir kecil. Kopi akan lebih cocok diminum ditemani camilan ringan. “Ada camilan khusus menemani kopi itu sagon kering itu, 15 ribu sudah satu paket sama itu.” ujar Joko.
Joko mejelaskan ada perbedaan menikmati kopi dalam bumbung dan cangkir biasa. Aroma bambu berpadu dengan kopi memberikan sensasi berbeda. Joko juga menambahkan, tidak ada khasiat khusus atau efek samping setelah meminum kopi dari wadah bumbung.
Selain menyajikan kopi, warung ini juga memiliki menu lain. Menu tersebut ialah masakan-masakan khas desa. Misalnya sayur lodeh, brongkos, pecel, minuman jahe, aneka jamu dan masih banyak lagi. Makanan di warung ini harganya cukup terjangkau. Untuk minuman dan makanan dipatok harga Rp 4 rrbu- Rp 15 ribu.
Pengunjung kopi bumbung datang dari berbagai kalangan, dan kebanyakan pengunjung berasal dari Kota Jogja. Warga sekitar juga sering datang berkunjung. Banyak juga orang-orang yang bersepeda pagi menyempatkan diri untuk mampir. Kopi ini juga digilai warga negara asing lho. Beberapa warga negara asing dari Belanda dan Perancis pernah berkunjung ke warung kopi ini. Mereka biasannya berkunjung dalam rangka berwisata.
Untuk mengunjungi warung kopi ini, hanya dibutuhkan perjalanan menggunakan motor atau mobil selama 30-40 menit dari pusat Kota Jogja. Sepanjang perjalanan, kamu dapat menikmati panorama sawah di Sayegan. Warung Kopi Bumbung juga terletak dekat selokan mataram yang jernih airnya.
Tidak susah untuk menemukan letak warung kopi ini. Ada beberapa petunjuk jalan yang mengarahkan ke warung kopi ini. Sesampainya di warung kopi, pengunjung akan disuguhi Gending Jawa nan merdu. Di pintu masuk, ada dua 'lirang' pisang di sudut tiang. Pisang tersebut bisa dinikmati secara cuma-cuma. Pengelola sengaja menyajikan pisang sebagai ungkapan sambutan kepada pengunjung.
Tempat duduk di warung kopi ini terbuat dari bambu juga lho. Pengunjung juga dapat menikmati sensasi ngopi di gazebo. Tanaman bambu yang rindang membuat suasana warung menjadi sejuk. Ada beberapa spot foto menarik di warung ini. Misalnya replika sarang burung raksasa dan replika perahu yang terbuat dari batang-batang tanaman kering. Nah bagaimana, berminat mengunjungi Warung Kopi Bumbung?
Tonton videonya di bawah ini: