Brilio.net - Jika kamu sedang berkunjung ke Yogyakarta, tentu kamu akan cepat terbiasa jika melihat di beberapa ruas jalan selalu terdapat warung makan. Wajar saja, kota yang akrab disebut Jogja ini adalah kota pelajar. Dengan banyaknya anak kos yang merantau untuk sekolah, kuliner memang menjadi bisnis yang selalu menjanjikan di kota ini. Sebut saja misalnya warmindo, angkringan, gudeg, soto, bakmi jawa dan menu-menu terjangkau lainnya.
Nah, tapi tahukah kamu jika di Jogja juga tak ketinggalan 'diinvasi' oleh warung Tegal alias warteg? Ya, warung dengan lauk pauk asli Tegal ini nyatanya juga ada di Jogja. Meski tak banyak seperti warung-warung khas lainnya, di Jogja terdapat warteg yang sejak dulu sampai kini masih ramai diserbu pembeli.
Adalah Warteg Glagahsari, warteg pertama dan tertua di Jogja. Letak warteg ini berada di Jalan Glagahsari 71. Siapa sangka warung dengan bangunan sederhana ini sudah 19 tahun lamanya melayani urusan perut para mahasiswa yang ada di Jogja.
Diceritakan Mochamad Kholid sang pemilik, Warteg Glagahsari ini awalnya dijalankan oleh ibunya. Kemudian di tahun 2007, Kholid dipercaya untuk mengambil alih untuk mengelola semuanya.
"Warteg ini pertama kali jualan tahun 1999, dan dulu yang pertama kali jualan ibu saya. Sekarang saya jadi generasi kedua yang meneruskan bisnis keluarga ini," ujar Kholid ketika ditemui brilio.net beberapa waktu lalu.
-
15 Wisata kuliner Jogja yang enak, murah, dan terkenal Cuma bawa Rp 10.000 saja dijamin sudah bisa kenyang
-
Kisah Mbah Waginah, usia hampir seabad tetap semangat jual gudeg Resep gudeg sudah 45 tahun.
-
Saat pasaran Legi capai 1.200 pedagang, pasar tertua Jogja tetap eksis Pasar Legi Kotagedhe yang dulunya terkenal dengan Sargedhe atau Pasar Gedhe ini dibangun pada abad 16 M.
Menurut Kholid, Warteg Glagahsari miliknya ini masih sangat laris setiap harinya. Meski menurutnya tak seramai dulu sebelum Gempa Jogja di tahun 2006 silam.
"Paling laris itu malah sebelum ada kejadian gempa. Waktu itu juga seingat saya, pertama kita buka di tahun 1999 juga langsung ramai pembeli dan puncak-puncak larisnya justru sebelum tahun 2006. Soalnya waktu itu saingan belum banyak, jajanan-jajanan kekinian juga belum ramai kayak sekarang," ujarnya.
Meski tak seramai dulu, nyatanya Warteg Glagahsari ini masih bisa meraup keuntungan cukup besar. Dibuka mulai tujuh pagi sampai sembilan malam, omzet per harinya bisa dibilang masih stabil.
"Omzet di sini rata-rata per hari Rp 2.500.000, kurang lebih segitu. Ya alhamdulillah selalu dilarisin sama mahasiswa," papar Kholid sembari tersenyum.
Menu yang ditawarkan di Warteg Glagahsari pun buktinya memang masih sangat terjangkau di kantong mahasiswa. Dengan membawa uang Rp 10.000-15.000 saja, kamu sudah bisa makan minum sampai kenyang di sana dengan aneka lauk rumahan khas Tegal. Kholid juga menggaransi jika Nasi Lengko yang ada di wartegnya itu tetap terjamin cita rasanya sejak dulu.
"Nasi Lengko kita selalu ada. Lauk-lauk khas warteg pokoknya siap sedia. Soal rasa boleh diadu kalau memang ada warteg lain di Jogja. Soalnya di sini juru masaknya saya jamin masih asli langsung dari Tegal, ya masih famili semuanya. Jadi cita rasanya masih asli Tegal banget lah," imbuh Kholid menutup perbincangan.