Brilio.net - Semilir angin laut terasa begitu syahdu ketika memasuki warung Rujak Mak Tas. Warung yang berlokasi di Jalan Raya Deandles, Paciran, Lamongan ini terletak di barat jembatan yang sungainya langsung bermuara ke laut. Posisi tersebut membuat angin bisa berembus dengan mudah di warung yang terbuat dari bangunan kayu sederhana ini.
Bagi para pelancong yang kerap lewat di wilayah pantai utara (pantura), Rujak Mak Tas sudah menjadi kuliner khas yang tidak boleh dilewatkan. Perpaduan irisan buah segar dan bumbu rujaknya yang khas membuat kuliner satu ini tidak pernah sepi pembeli. Bahkan menjelang tutup di jam 4 sore, warung Rujak Mak Tas masih ramai oleh pembeli yang rela antre.
foto: brilio.net/annathiqo
Saat weekend seperti hari Minggu, pembeli di warung Rujak Mak Tas memang selalu berjubel. Demi mencicipi rujak satu ini, pembeli bahkan diketahui harus mengantre lama hingga 2 jam lamanya. Tapi hal tersebut tidak menyurutkan niat Putri Zulaiha, salah satu pembeli yang berasal dari Tuban.
Saat ditemui brilio.net pada Minggu (20/8) lalu, Putri tengah menyantap rujak buah di kursi warung yang berhadapan dengan sungai. Suasananya yang sejuk memberikan kenyamanan tersendiri bagi Putri. Namun menurutnya, yang terpenting adalah rasa rujak yang pedas dan penyajiannya yang unik.
“Kalau rujak di sini kan buahnya tidak dikupas, langsung diiris. Tapi kalau di Tuban itu dikupas. Jadi kalau ini rasanya juga lebih alami (segar),” ujar perempuan 25 tahun ini sembari mengambil irisan timun dan memakannya.
foto: brilio.net/annathiqo
Selain menikmati rujaknya yang lezat, menu lain yang jadi favorit Putri adalah es dawet siwalan. Perpaduan manis gurih dari santan dengan sirup juro (cairan manis yang dihasilkan dari pohon siwalan) dan irisan buah siwalan selalu bisa melegakan dahaga. Minuman yang disajikan dingin ini juga mampu meredakan pedasnya rujak yang tengah disantap.
Rujak buah dan es dawet siwalan inilah yang kemudian membuat Putri dan keluarganya selalu menyempatkan diri ke warung Mak Tas. Saat hari libur, dia mengaku sengaja melaju dari Tuban ke Paciran, Lamongan demi mencicipi kuliner satu ini. Rutinitas ini bahkan sudah dilakukan selama 3 tahun lamanya.
Resep turun-temurun yang melegenda
Hasil resep turun temurun.
Di antara banyak penjual rujak di Paciran, Lamongan, warung Mak Tas ini menyandang predikat rujak legendaris karena sudah berdiri sejak tahun 1986. Sebelumnya, resep racikan rujaknya memang dibuat langsung oleh Mak Tas sendiri. Namun setelah meninggal pada beberapa tahun lalu, usaha kuliner ini diteruskan oleh saudarinya.
“Sudah lama sekali (dibangun), Nduk. Ini malah sudah generasi kedua. Karena Mak Tas sudah meninggal, jadi sekarang diteruskan oleh adiknya, Mak Nah,” terang salah satu pegawai warung saat ditemui keesokan harinya, Senin (21/8).
foto: brilio.net/annathiqo
Meski sudah beda generasi, namun rasanya tetap otentik, sehingga banyak orang yang terus datang untuk mencicipi rujak buah di warung Mak Tas. Sebagai seorang penerus, Mak Nah selalu menggunakan resep asli yang diturunkan oleh kakaknya. Hal ini menjadi salah satu kunci utama agar bisnisnya terus berjalan dan dirindukan banyak pelanggan tetapnya.
Secara umum, bumbu rujak ini dibuat dari terasi, garam, gula merah, cabai, micin, asam jawa, dan petis ikan pindang. Semua bahan lalu diulek hingga halus menggunakan ulekan kayu di atas cobek batu. Sekilas, bahan dasar bumbu rujak ini memang sederhana. Namun jika ditilik lebih lanjut, ada beberapa hal yang menarik dan berbeda dibandingkan rujak pada umumnya.
Misalnya pada penggunaan gula merah. Jika umumnya gula merah terbuat dari nira pohon kelapa, gula merah yang digunakan pada Rujak Mak Tas ini justru berasal dari nira pohon siwalan atau lontar. Jenis pohon ini tumbuh subur di daerah pesisir yang kering, seperti di Paciran, Lamongan. Jika dilihat dari rasanya, gula merah siwalan cenderung lebih harum dan ada sedikit rasa gurih. Dibandingkan gula merah kelapa, gula ini memiliki rasa manis yang tidak terlalu pekat.
foto: brilio.net/annathiqo
Selain gula merah yang dipakai, hal lain yang menarik perhatian adalah saat pengambilan bumbu rujak dari cobek. Alih-alih menggunakan spatula plastik, bumbu tersebut justru diambil dengan kulit buah siwalan yang sudah bersih dari daging buahnya. Hal tersebut dilakukan demi menjaga keaslian dari cita rasa bumbu rujaknya.
Bumbu rujak ini lantas disajikan di atas buah yang sudah dialasi dengan daun pisang. Buah-buahan yang dipakai antara lain nanas, mangga muda, bengkoang, pepaya, dan timun. Nah, seporsi rujak buah Mak Tas ini lantas dijual dengan harga yang cukup terjangkau, yakni Rp5.000 saja. Saking larisnya, Mak Nah mengaku menghabiskan banyak sekali buah dalam sehari.
“Kalau dari bumbu kurang paham, ya. Tapi biasanya, buahnya itu bisa habis 10-15 kilogram (dalam sehari) tergantung rame apa enggak,” papar Mak Nah sembari meracik bumbu rujak pesanan pelanggan.
foto: brilio.net/annathiqo
Mengenalkan produk olahan ikan lokal.
Berbeda dengan rujak ulek di daerah lain, Rujak Mak Tas tergolong rujak bergaya pantura dengan rasanya yang asin. Jika umumnya rujak buah dibuat dari petis udang yang terasa gurih, maka petis dari Rujak Mak Tas ini justru memiliki rasa cenderung asin. Memang petis yang dipakai untuk Rujak Mak Tas ini terbuat dari sari pati ikan pindang.
Petis ikan pindang sudah menjadi salah satu olahan ikan yang diproduksi masyarakat pesisir Paciran. Di Lamongan, termasuk Paciran, ikan pindang yang berasal dari jenis ikan layang termasuk hasil laut yang melimpah setiap tahunnya. Menurut data dari Dinas Perikanan Kabupaten Lamongan, produksi ikan layang di wilayah ini mencapai 3.550 ton pada tahun 2022 lalu. Hal ini membuat ikan layang masuk dalam urutan ke-3 dari 50 jenis ikan dengan produksi paling banyak di pesisir Lamongan.
foto: brilio.net/annathiqo
Demi memanfaatkan hasil laut tersebut, sebagian masyarakat lantas mengolahnya menjadi petis, yang kemudian dipakai untuk bahan dasar pembuatan rujak. Di warung Rujak Mak Tas sendiri, petis ikan pindang nggak cuma dijadikan bahan dasar rujak, lho. Tapi petis ini juga dijual terpisah sebagai oleh-oleh atau buah tangan. Karena banyak pelanggan yang berasal dari luar kota, maka semakin banyak juga yang kemudian mengenal produk olahan ikan dari wilayah pesisir ini.
“Biasanya (pembelinya) mobil-mobilan. Banyaknya dari luar Paciran, biasanya ya orang Lamongan (kota), Tuban, Gresik, kadang juga Surabaya,” pungkas Mak Nah.
Selain petis, ada juga bumbu rujak yang dikemas khusus dalam berbagai wadah kedap udara. Bumbu rujak ini dibanderol dengan harga Rp15 ribu sampai Rp20 ribu sesuai dengan besar-kecil ukurannya. Pelanggan warung Mak Tas ini kerap membelinya sebagai oleh-oleh untuk dikonsumsi pribadi atau dibagikan kepada sanak saudara wilayah asalnya.