Brilio.net - Pemberian susu formula pada bayi sebagai pengganti ASI telah menjadi tren di kalangan ibu muda perkotaan. Keputusan ini seringkali diambil karena berbagai alasan, mulai dari kesibukan bekerja hingga produksi ASI yang tidak mencukupi. Namun, banyak orang tua tidak menyadari bahaya pemberian susu formula pada bayi yang dapat mengancam kesehatan si kecil dalam jangka panjang.
Risiko pemberian susu formula pada bayi meliputi berbagai masalah kesehatan yang serius. Bayi yang diberi susu formula memiliki kecenderungan lebih tinggi mengalami obesitas, diabetes, dan gangguan pencernaan dibandingkan bayi yang disusui ASI. Selain itu, sistem kekebalan tubuh mereka juga cenderung lebih lemah, membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi maupun alergi.
-
IDAI sebut susu UHT tingkatkan risiko diabetes pada anak, ini 8 alasannya Perlu perhatian khusus dari orang tua agar anak tidak terserang diabetes sedari dini.
-
Cegah diabetes, begini 8 cara memilih susu tanpa gula untuk anak Susu yang dianggap kaya nutrisi, nyatanya tak sedikit yang justru mengandung banyak gula.
-
Cegah obesitas anak, ini asupan nutrisi yang perlu diperhatikan Tubuh anak yang terlibat gemuk bukanlah penanda anak sehat lho.
Kurangnya nutrisi penting dalam susu formula juga menjadi perhatian utama para ahli kesehatan. ASI mengandung antibodi maupun nutrisi sempurna yang sulit ditiru oleh susu formula. Bayi yang tidak mendapatkan ASI berisiko mengalami kekurangan gizi sekaligus terhambatnya perkembangan otak secara optimal. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang risiko pemberian susu formula pada bayi sangat penting bagi setiap orang tua.
Supaya lebih memahami risiko bahaya pemberian susu formula pada bayi sebagai pengganti ASI, sebaiknya simak ulasan lengkap artikel di bawah ini, seperti disadur brilio.net dari berbagai sumber, Selasa (6/8).
Risiko pemberian susu formula pada bayi sebagai pengganti ASI.
foto: freepik.com
1. Meningkatkan risiko obesitas.
Bayi yang diberi susu formula memiliki risiko lebih tinggi mengalami obesitas di kemudian hari. Sebuah studi meta-analisis yang diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition pada 2016 menunjukkan bahwa bayi yang diberi susu formula memiliki peningkatan risiko obesitas sebesar 25% dibandingkan dengan bayi yang disusui ASI.
Hal ini disebabkan oleh kandungan protein yang lebih tinggi dalam susu formula dibandingkan ASI, serta perbedaan dalam pola makan maupun mekanisme kontrol rasa kenyang. ASI mengandung hormon leptin yang membantu mengatur nafsu makan serta metabolisme si kecil, sedangkan susu formula tidak memiliki komponen ini.
2. Risiko diabetes tipe 1 dan 2
Risiko selanjutnya yaitu diabetes tipe 1 dan 2. Pemberian susu formula dapat meningkatkan risiko diabetes pada anak-anak. Bagaimana tidak, pada sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Diabetes Care pada 2017 menemukan bahwa bayi yang diberi susu formula dalam 3 bulan pertama kehidupan memiliki risiko 19% lebih tinggi mengalami diabetes tipe 1 dibandingkan bayi yang disusui ASI eksklusif.
Untuk diabetes tipe 2, studi jangka panjang yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa anak-anak yang diberi susu formula memiliki risiko 35% lebih tinggi mengalami diabetes tipe 2 di masa dewasa dibandingkan mereka yang disusui ASI. Hal ini dikaitkan dengan efek perlindungan dari komponen bioaktif dalam ASI yang membantu mengatur metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin.
Selain itu, susu formula juga mengandung gula sintetis yang menambah berbagai rasa pada susu. Oleh sebab itu, sebaiknya ibu tidak memberikan susu formula pada bayi. Memaksimalkan pemberian ASI eksklusif pada si kecil minimal 6 bulan pertama.
3. Gangguan sistem kekebalan tubuh.
ASI mengandung berbagai antibodi maupun faktor imun yang tidak bisa sepenuhnya direplikasi dalam susu formula. Menurut penelitian Frontiers in Pediatrics pada 2018 menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat sekaligus mengurangi risiko infeksi penyakit.
Sebaliknya, bayi yang diberi susu formula memiliki risiko 16,7 kali lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit karena infeksi saluran pencernaan dan 3,6 kali lebih tinggi untuk infeksi saluran pernapasan dalam 6 bulan pertama kehidupan. ASI juga mengandung oligosakarida yang berfungsi sebagai prebiotik yang mendukung pertumbuhan bakteri baik di usus bayi serta meningkatkan imunitas.
foto: freepik.com
4. Risiko alergi dan asma.
Risiko pemberian susu formula sebagai pengganti ASI juga bisa meningkatkan risiko alergi maupun asma pada anak-anak. Menyadur riset dari cohort yang dilakukan di Swedia lalu dipublikasikan dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology pada 2019 menemukan bahwa bayi yang diberi susu formula dalam 4 bulan pertama kehidupan memiliki risiko 54% lebih tinggi mengalami alergi makanan pada usia 1 tahun dibandingkan bayi yang disusui ASI eksklusif.
Sementara menurut penelitian di Inggris yang dipublikasikan dalam European Respiratory Journal pada 2021 menunjukkan bahwa anak-anak yang diberi susu formula sejak dini memiliki risiko 37% lebih tinggi mengalami asma di usia 3 tahun dibandingkan mereka yang disusui ASI setidaknya selama 6 bulan.
5. Kekurangan gizi atau nutrisi penting.
Meskipun susu formula dirancang untuk meniru komposisi ASI, namun beberapa nutrisi penting dalam ASI sulit untuk direplikasi. Menyadur dalam American Journal of Clinical Nutrition pada 2020 menunjukkan, bayi yang diberi susu formula memiliki kadar DHA (asam dokosaheksaenoat) yang lebih rendah dalam jaringan otaknya dibandingkan bayi yang disusui ASI.
Padahal kandungan DHA sangat penting untuk perkembangan otak maupun fungsi kognitif si bayi. Selain itu, ASI mengandung lebih dari 200 oligosakarida kompleks yang berperan dalam perkembangan mikrobioma usus bayi, sementara susu formula hanya dapat mereplikasi beberapa jenis oligosakarida tersebut.
Dengan demikian, setiap orang tua wajib mewaspadai risiko-risiko yang ada. Susu formula tetap menjadi alternatif yang aman dan penting bagi bayi yang tidak dapat disusui ASI karena berbagai alasan. Namun, pemahaman tentang risiko ini dapat membantu orang tua membuat keputusan yang lebih informasi mengenai pemberian asupan makanan bagi si kecil.