Asal usul nama Kipo menjadi salah satu keunikan kue itu sendiri. Dari kata-kata tersebut, maka makanan tradisional Kotagede ini diberi nama Kipo.
"Orang-orang Kotagede sangat kental dengan logat Jogja-Solo nya, dan dalam berinteraksi biasanya menanyakan 'iki opo?' untuk menunjuk jenis makanan yang belum diketahui namanya, dan sudah menjadi kebiasaan ketika kita untuk mengucap sesuatu tidak bisa secara komplit seperti halnya 'iki opo?', dan hanya terucap kipo," ujar Istri Rahayu, penerus Kipo "Bu Djito" generasi ke-3.
-
Kuta Gede Zaman boleh mengubah napas Kuta Gede, tetapi tidak riwayatnya.
-
10 Resep kreasi klepon, enak, manis, unik dan mudah dibuat Sekarang banyak muncul kreasi klepon yang menggugah selera.
-
Yangko, bekal Pangeran Diponegoro saat gerilya dan kudapan favorit para raja Kudapan ini kerap disebut sebagai mochi ala Yogyakarta karena bahan dan teksturnya sama.
Istri menjelaskan cara memasak kue basah ini adalah dengan dipanggang. Paduan kelapa parut denngan gula merah, dan dilapisi oleh kulit yang diolah dari tepung ketan, Kipo memiliki rasa yang lezat. Kipo dibuat dari adonan tepung ketan sebagai kulit luarnya.
"Di dalam kulit tersebut terdapat isi yang dinamakan enten-enten atau parutan kelapa yang dicampur dengan gula jawa. Perpaduan enten-enten dengan kulit Kipo yang terbuat dari tepung ketan yang diolah dan diberi sedikit garam setelah dipanggang ini, akan menghasilkan rasa yang manis-manis gurih, " ujarnya.
Kipo di Kotagede menjadi camilan yang diproduksi secara turun temurun atau warisan keluarga dan sampai dengan tahun 2004 sudah memasuki generasi ke-3. Sebagai warisan budaya leluhur, Kipo sudah selayaknya dipertahankan, dilestarikan, dan dikenalkan kepada generasi muda agar dapat dinikmati di masa yang akan datang. Apalagi menilik dari sejarah perkembangannya, Kipo dulu pernah berada pada masa surut atau hampir punah keberadaannya dan kurang familiar di kalangan masyarakat.
Hingga pada sekitar tahun 1986 ada seorang pelaku usaha Kipo di Kotagede yang berusaha melestarikan dan memperkenalkan Kipo di berbagai kalangan melalui beberapa event sebagai kekayaan budaya kuliner Yogyakarta. Pengusaha kue Kipo generasi ke-1 yaitu Mbah Mangun Irono (tahun 1920-1946), generasi ke-2 yaitu Ibu Paijem Djito Suhardjo (tahun 1946-1991), dan generasi ke-3 yaitu Dra. Istri Rahayu (tahun 1991-sekarang).
Kepunahan kue Kipo tidak berlangsung lama karena nama Kipo "Bu Djati" mulai menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Saat ini pun sudah lumayan banyak warga Yogyakarta yang mengetahui kue Kipo. Kipo memang tidak punah, tetapi tergolong sebagai makanan yang sudah langka.
Alasannya adalah karena biasanya para penjual kue Kipo hanya memproduksi tidak lebih dari 100 bungkus kue, kecuali jika ada pesanan. Satu potong Kipo besarnya tidak lebih besar dari jempol tangan orang dewasa, dan dalam satu bungkus Kipo terdiri dari lima isian. Harga jual kue Kipo yaitu 2.500 rupiah saja.